26
OctoberCerita Dua Sahabat yang Menutup Tahun dengan Perjalanan Paling Bermakna
Tahun hampir berganti.
Kota mulai sibuk dengan hiasan lampu dan rencana pesta, sementara dua sahabat — Rafi dan Dinda — duduk di sebuah kafe kecil di sudut Jakarta, menatap langit sore yang mulai oranye.
“Kayaknya tahun ini cepet banget ya?” kata Dinda sambil mengaduk kopinya.
Rafi tersenyum kecil. “Cepet banget. Rasanya baru kemarin Januari, eh sekarang udah mau Desember lagi.”
Mereka berdua terdiam. Di tengah obrolan ringan, ada rasa lelah yang sama: lelah dengan rutinitas, target, dan kejaran waktu.
Dinda lalu berkata pelan, “Aku pengin akhir tahun ini nggak sekadar liburan. Aku pengin perjalanan yang bikin tenang.”
1. Tentang Rencana yang Tak Lagi Sekadar Liburan
Biasanya, mereka akan mencari promo tiket pesawat atau destinasi pantai baru. Tapi kali ini, Dinda membuka topik yang berbeda:
“Gimana kalau kita coba sesuatu yang lebih bermakna? Aku pengin ke Tanah Suci.”
Rafi menatapnya, kaget sekaligus kagum.
“Umroh?”
Dinda mengangguk. “Iya. Umroh di akhir tahun. Biar 2025 ini benar-benar ditutup dengan rasa syukur.”
Mereka pun mulai mencari informasi, dan dari situ mereka menemukan banyak paket menarik, termasuk umroh desember 2025.
Bukan cuma soal destinasi, tapi tentang niat. Tentang bagaimana perjalanan bisa jadi cara terbaik untuk memulihkan diri.
2. Saat Dunia Sibuk Pesta, Mereka Justru Pergi ke Tempat Paling Tenang
Ketika banyak orang menyiapkan pesta kembang api, Rafi dan Dinda justru bersiap untuk berangkat ke Makkah.
Perjalanan itu terasa aneh tapi damai.
Meninggalkan segala kebisingan dunia, menggantinya dengan keheningan doa.
Di Masjidil Haram, di antara ribuan jamaah yang bertawaf, Dinda menangis.
Bukan karena sedih, tapi karena akhirnya ia menemukan hal yang selama ini ia cari — kedamaian.
“Raf, ternyata ini ya rasanya pulang. Bukan cuma ke tempat suci, tapi ke diri sendiri,” bisiknya lirih.
Rafi hanya mengangguk, matanya ikut basah.
Mereka sadar, tak ada momen yang lebih indah untuk menutup tahun selain berada di depan Ka’bah, menatap langit dan berbisik pelan:
“Terima kasih, ya Allah سبحانه وتعالى.”
3. Bukan Tentang Kemewahan, Tapi Tentang Ketulusan
Banyak orang mengira umroh itu hanya soal ibadah formal. Padahal lebih dari itu.
Ia adalah perjalanan yang mengupas lapisan ego, ambisi, dan luka yang selama ini disimpan.
Di Tanah Suci, semua orang sama. Tak ada status, tak ada jabatan — hanya hati yang mencari ampunan dan ketenangan.
Dinda bercerita, malam di Makkah adalah momen paling damai dalam hidupnya.
Setiap doa terasa dekat, setiap napas terasa berarti.
“Kayak dunia berhenti sebentar,” katanya setelah kembali ke hotel.
Rafi menimpali, “Iya. Kayak semua masalah tiba-tiba jadi kecil.”
Mereka sepakat: perjalanan ini bukan tentang ‘ke mana’, tapi ‘untuk apa’.
4. Pulang dengan Hati yang Baru
Beberapa minggu kemudian, mereka kembali ke Indonesia.
Langit Jakarta masih sama, jalanan tetap ramai, tapi sesuatu di dalam diri mereka berubah.
Mereka lebih tenang, lebih sabar, dan lebih sadar bahwa kebahagiaan tidak selalu datang dari hal besar.
Akhir tahun itu bukan tentang pesta.
Bukan juga tentang resolusi yang panjang.
Tapi tentang bagaimana cara kita berdamai dengan masa lalu, bersyukur atas hari ini, dan menata niat untuk hari esok.
“Gue nggak nyangka, akhir tahun bisa sesyahdu ini,” kata Rafi di bandara sambil tersenyum.
Dinda menjawab pelan, “Kadang, Tuhan cuma mau kita berhenti sejenak biar bisa benar-benar ngerasain hidup.”
5. Setiap Akhir Adalah Awal yang Baru
Ketika tahun berganti, mereka tak lagi sibuk dengan daftar impian.
Yang mereka punya kini hanyalah doa-doa yang sederhana: semoga selalu diberi ketenangan, keberkahan, dan kesempatan untuk kembali ke Tanah Suci.
Akhir tahun itu akhirnya menjadi momen paling bermakna — bukan karena kemewahan, tapi karena maknanya.
Dan mungkin, begitulah seharusnya akhir sebuah perjalanan: bukan diakhiri dengan pesta, tapi dengan hati yang pulang.
Penutup:
Akhir tahun selalu punya caranya sendiri untuk mengajarkan makna.
Ada yang menutupnya dengan tawa, ada yang dengan doa, dan ada juga — seperti Rafi dan Dinda — yang menutupnya dengan sujud.
Karena di penghujung tahun, yang paling penting bukan seberapa jauh kita pergi, tapi seberapa dalam kita mengenal diri.
Dan mungkin, perjalanan umroh di bulan Desember hanyalah satu dari sekian banyak cara untuk pulang — kepada Allah سبحانه وتعالى, kepada kedamaian, dan kepada hati yang sesungguhnya.
مراجعات